Selasa, 01 Desember 2015

tiga kerajaan besar islam

BAB I
PENDAHULAN

A.  Latar Belakang
Setelah khalifah Abbasiyah di Baghdad runtuh akibat serangan tentara Mongol, kekuatan politik Islam mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaannya terpecah belah menjadi beberapa kerajaan kecil, satu sama lain saling berperang dan menjatuhkan untuk mendapatkan kekuasaan yang lebih luas lagi. Kemajuan-kemajuan kebudayaan dan peradaban Islam yang pernah dicapai di masa kejayaannya hancur akibat serangan tentara Mongol. Tentara Mongol di bawah pimpinan Timur Lenk dengan kejamnya merusak dan memporakporandakan pusat-pusat kekuasaan Islam. Kemunduran umat Islam dalam dunia politik mulai bangkit kembali mengalami kemajuan ketika muncul dan berkembang tiga kerajaan Islam, yaitu Kerajaan Utsmani yang didirikan oleh Utsman putra Ertoghrul, Kerajaan Syafawi di Persia yang didirikan oleh Saifuddin, dan Kerajaan Mughal di India yang didirikan oleh Zahiruddin Babur.

B.  Rumusan Masalah
1.       Bagaimana sejarah tentang Kerajaan Utsmani?
2.        Bagaimana sejarah tentang Kerajaan Syafawi?
3.       Bagaimana sejarah tentang Kerajaan Mughal?

C.  Tujuan Masalah
1.    Untuk mengetahui bagaimana sejarah tentang Kerajaan Usmani
2.    Untuk mengetahui bagaimana sejarah tentang Kerajaan Syafawi
3.    Untuk mengetahui bagaimana sejarah tentang Kerajaan Mughal




BAB II
PEMBAHASAN

MASA 3 KERAJAAN BESAR (UTSMANI, SYAFAWI, DAN MUGHAL)

Sejarah Islam sekarang telah berjalan lebih dari 14 abad lamanya. Sebagaimana halnya sejarah setiap umat, sejarah Islam pun mengalami pasang surut. Satu di antara beberapa sejarah peradaban Islam yang cukup menarik untuk bahan kajian ilmiah, yaitu masa pertengahan khususnya pada abad ke-17, karena pada masa itu terdapat tiga kerajaan besar, yaitu Kerajaan Utsmani di Turki, Kerajaan Syafawi di Persia, dan Kerajaan Mughal di India.

A.  Kerajaan Utsmani
1.    Sejarah Berdirinya Kerajaan Utsmani
Nama kerajaan Turki Utsmani diambil dan dibangsakan kepada nenek moyang mereka yang pertama, Sultan Utsmani Ibnu Sauji Ibnu Ertoghrul Ibnu Sulaiman Syah Ibnu Kia Alp, kepala Kabilah Kab di Asia Tengah (Hamka, 1987: 205)[1]. Di bawah tekanan serangan Mongol pada abad ke-13 M, mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari tempat pengungsian. Di bawah pimpinan Ertoghrul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Sultan Seljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapat kemenangan. Atas jasa baik itu Alauddin menghadiahkan sebidang tanah yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu, mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syukud sebagai ibu kota.
Ertoghrul meninggal dunia tahun 1289 M, kepemimpinannya dilanjutkan oleh putranya, Utsman. Putra Ertoghrul inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Utsmani. Dan mendapat gelar Padisya Alu Utsman atau Raja dari keluarga Utsman. Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang Kerajaan Seljuk dan Sultan Alauddin terbunuh. Utsman pun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah, Kerajaan Utsmani dinyatakan berdiri. Ia berhasil menaklukkan kota Broessa (1317 M), kemudian pada tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota kerajaan Turki Utsmani[2].
Pada masa pemerintahan Orkhan (1326-1359 M) Turki Utsmani dapat menaklukkan Azmir (1327 M), Thawasyanli (1330 M), Uskandar (1338 M), Ankara (1354 M), dan Gallipoli (1356 M). Ketika Murad I berkuasa (1359-1389 M) selain memantapkan keamanan dalam negeri, ia melakukan perluasan daerah ke Benua Eropa. Merasa cemas terhadap kemajuan ekspansi ini, Paus mengobarkan semangat perang. Pasukan sekutu Eropa disiapkan untuk memukul mundur Turki Utsmani di bawah pimpinan Sijisman, raja Hongaria. Namun Sultan Bayazid I (1389-1403 M) pengganti Murad I dapat menghancurkan pasukan sekutu kristen tersebut[3].
Kemajuan dan perkembangan ekspansi kerajaan Utsmani yang demikian luas dan berlangsung dengan cepat itu diikuti pula oleh kemajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan yang lain.
a.    Bidang Kemiliteran dan Pemerintahan
Untuk pertama kali, kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasikan dengan baik dan teratur ketika terjadi kontak senjata dengan Eropa. Pembaruan dalam tubuh organisasi militer oleh Orkhan sangat berarti bagi pembaruan militer Turki. Anak-anak Kristen diasramakan dan dibimbing dalam suasana  Islam untuk dijadikan prajurit. Pasukan ini disebut pasukan Jenissari atau Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah Kerajaan Utsmani menjadi mesin perang yang paling kuat. Faktor utama yang mendorong kemajuan di lapangan kemiliteran ini ialah tabiat bangsa Turki yang bersifat militer, berdisiplin, dan patuh terhadap peraturan.

b.    Bidang Budaya
Dalam bidang kebudayaan Turki Utsmani banyak memunculkan tokoh penting, antara lain muncul penyair terkenal yaitu Nafi’ (1582-1636). Nafi’ bekerja untuk Murad Pasya dengan menghasilkan karya-karya sastra Kaside. Dalam bidang sastra prosa Kerajaan Utsmani melahirkan dua tokoh terkemuka, yaitu Katip Celebi dan Evliya Celebi. Yang terbesar dari semua penulis adalah Mustafa bin Abdullah, yang dikenal dengan Katip Celebi atau Haji Halife. Ia menulis buku bergambar yaitu Kasyf Az-Zunun fi Asmai Al-Kutub wa Al-Funun. Salah seorang penyair diwan yang terkenal adalah Muhammad Esat Efendi yang dikenal dengan Galip Dede atau Syah Galip. Adapun dibidang seni arsitektur Islam, pengaruh Turki sangat dominan. Disebutkan bahwa 235 buah dari bangunan di bawah koordinator Sinan, seorang arsitek asal Anatolia[4].
c.    Bidang Keagamaan
Dalam tradisi masyarakat Turki, agama merupakan faktor penting dalam transformasi sosial dan politik. Mufti sebagai pejabat urusan agama tertinggi berwenang memberi fatwa resmi terhadap problema keagamaan yang dihadapi masyarakat. Tanpa legitimasi Mufti, keputusan hukum karajaan bisa tidak berjalan. Kehidupan keagamaan pada masyarakat Turki Utsmani mengalami kemajuan[5].

2.    Kemunduran Kerajaan Utsmani
Setelah Sultan Sulaiman Al-Qauni wafat (1566 M), kerajaan Turki Utsmani mulai memasuki fase kemunduran. Sultan Sulaiman Al-Qauni diganti oleh Sultan Salim II (1566-1573 M). Di masa pemerintahannya terjadi pertempuran antara armada laut Kerajaan Utsmani dengan armada Laut Kristen. Pertempuran ini terjadi di Selat Liponto Yunani. Dalam pertempuran ini Turki Utsmani mengalami kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut oleh musuh. Baru pada masa sultan berikutnya, Sultan Murad III pada tahun 1575 M Tunisia dapat direbut kembali.
Pada tahun 1770 M, tentara Rusia mengalahkan armada Kerajaan Utsmani disepanjang pantai Asia Kecil. Akan tetapi, tentara Rusia ini dapat dikalahkan kembali oleh Sultan Mustafa III (1757-1774 M) yang segera mengkonsolidasi kekuatannya. Pengganti Sultan Mustafa III adalah Sultan Abdul Hamid (1774-1789 M) seorang Sultan yang lemah. Pada masa Sultan Hamid mengadakan perjanjian dengan Chaterin II dari Rusia yang diberi nama Perjanjian Kinarja di Kurcuk Kinarja. Isi perjanjian itu antara lain:
a.    Kerajaan Utsmani harus menyerahkan benteng-benteng yang berada dilaut hitam kepada Rusia dan memberi izin kepada armada Rusia untuk melewati selat yang menghubungkan Laut Hitam dengan Laut Putih.
b.    Kerajaan Utsmani mengakui kemerdekaan Kirman (Crimea)[6].
Demikianlah proses kemunduran yang terjadi di Kerajaan Turki Utsmani. Akhirnya satu persatu negeri di Eropa yang pernah dikuasi kerajaan ini memerdekakan diri. Kerajaan Utsmani akhirnya berakhir dengan berdirinya republik Turki.
B.  Kerajaan Syafawi
1.    Sejarah Berdirinya Kerajaan Syafawi
Awalnya kerajaan Syafawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan. Tarekat ini diberi nama tarekat Syafawiah, yang diambil dari nama pendirinya yaitu Shafi Ad-Din[7].
Shafi Ad-Din berasal dari keturunan orang yang berada dan memilih sufi sebagai jalan hidupnya. Gurunya bernama Syaikh Tajudin Ibrahim Zahidi (1216-1301 M) yang dikenal dengan julukan Zahid Al-Gilani. Shafi Ad-Din mendirikan tarekat Syafawiah setelah ia menggantikan guru sekaligus mertuanya yang wafat pada tahun 1301 M. Pengikut tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama. Pada mulanya gerakan tasawuf Syafawiah bertujuan memerangi orang-orang ingkar, kemudian memerangi golongan yang mereka sebut “ahli-ahli bid’ah”.
Kecenderungan memasuki dunia politik secara konkret tampak pada masa kepemimpinan Junaid (1447-1460 M). Dinasti Syafawi memperluas geraknya dengan menambahkan kegiatan politik pada kegiatan keagamaan. Perluasan kegiatan ini menimbulkan konflik antara Junaid dengan penguasa Kara Koyunlu (domba hitam). Dalam konflik itu Junaid kalah dan diasingkan ke suatu tempat. Ditempat baru ini ia mendapat perlindungan dari penguasa Diyar Bakr, Ak. Koyunlu (domba putih).
Anak Junaidi yaitu Haidar, ketika itu masih kecil dalam asuhan Uzun Hasan. Hubungan Haidar dengan Uzun Hasan semakin erat setelah Haidar mengawini salah seorang putri Uzun Hasan. Dari perkawinan ini lahirlah Ismail yang kemudian hari menjadi pendiri Kerajaan Syafawi di Persia[8].
Masa kekuasaan Abbas I merupakan puncak kejayaan Syafawi. Secara politik ia mampu mengatasi berbagai kemelut di dalam negeri yang mengganggu stabilitas negara dan berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang pernah direbut oleh kerajaan lain pada masa raja-raja sebelumnya. Kemajuan pada Kerajaan Syafawi:
a.    Bidang Ilmu Pengetahuan
Dalam sejarah Islam, bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang memiliki peradaban yang tinggi dan berjasa mengembangkan ilmu pengetahuan.
b.    Bidang Ekonomi
Keberadaan stabilitas politik kerajaan Syafawi pada masa Abbas I ternyata lebih memacu perkembangan perekonomian. Terlebih setelah kepulauan Hurmuz dikuasai dan pelabuhan Gumrun diubah menjadi Bandar Abbas. Dengan dikuasainya Bandar ini maka salah satu jalur dagang antara laut Timur dan Barat yang biasa diperebutkan oleh Belanda, Inggris, dan Perancis sepenuhnya menjadi milik kerajaan Syafawi[9].


c.    Bidang Arsitektur
Penguasa Kerajaan Syafawi telah berhasil menciptakan Isfahan, ibu kota kerajaan menjadi kota yang sangat indah. Di kota Isfahan ini berdiri bangunan-bangunan besar dengan arsitektur bernilai tinggi dan indah[10].
d.   Bidang kesenian
Karajaan Syafawi mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam bidang seni, antara lain dalam bidang kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode, tembikar, dan benda seni lainnya.
e. Bidang Tarekat
Sebagaimana telah diketahuai bahwa cikal bakal Kerajaan Syafawi adalah gerakan sufistik, yaitu gerakan tarekat. Oleh karena itu kemajuan di bidang tarekat pun sangat maju. Bahkan gerakan tarekat ini tidak hanya berpikir dalam bidang keagamaan, tetapi juga dalam bidang politik dan pemerintahan.

2.    Kemunduran Kerajaan Syafawi
Sepeninggal Abbas I, Syafawi diperintah oleh raja-raja yang lemah dan memiliki perangai dan sifat yang buruk. Hal ini menyebabkan rakyat kurang respon dan timbul sikap masa bodoh terhadap pemerintahan. Raja-raja yang memerintah setelah Abbas I adalah :
a.    Safi Mirza
Safi Mirza cucu Abbas I, adalah seorang pemimpin yang lemah. Ia sangat kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan karena sifat pencemburunya.
b.    Abbas II
Ia adalah raja yang suka mabuk, minum-minuman keras sehingga jatuh sakit dan meninggal.


c.    Sulaiman
Ia juga seorang pemabuk dan sering bertindak kejam terhadap para pembesar yang dicurigainya. Akibatnya, rakyat bersikap masa bodoh terhadap pemerintah.
d.   Shah Husein
Ia adalah pemimpin yang alim. Pada masa pemerintahannya terjadi pemberontakan bangsa Afghan yang dipimpin oleh Mir Vays yang kemudian digantikan oleh Mir Mahmud. Pada masa pemberontakan Mir Mahmud ini, kota Qandahar lepas dari Syafawi, kemudian disusul kota Isfahan. Pada 12 Oktober 1722 M Shah Husein menyerah.
e.    Tahmasp II
Dengan dukungan dari suku Qazar Rusia, ia memproklamirkan diri sebagai raja yang berkuasa atas Persia dengan pusat kekuasaannya di Astarabad. Kemudian ia bekerja sama dengan Nadhir Khan  untuk memerangi bangsa Afghan yang menduduki kota Isfahan. Isfahan berhasil direbut dan Syafawi kembali berdiri.
f.     Abbas III
Ia adalah pengganti Tahmasp II yang diangkat pada saat masih kecil. Pada 1736 M, Abbas III dilengserkan kemudian Kerajaan syafawi diambil alih oleh Nadir Khan. Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan dinasti Syafawi di Persia[11].
Faktor-faktor yang menyebabkan berakhirnya kerajaan Syafawi:
1). Konflik panjang dengan kerajaan Turki Utsmani. Hal ini disebabkan oleh perbedaan mazhab antara kedua kerajaan.
2). Adanya dekadensi moral yang melanda sebagian para pemimpin Syafawi.
3). Pasukan Ghulam yang dibentuk Abbas I tidak memiliki semangat perang seperti Qilzibash yang dikarenakan pasukan tersebut tidak disiapkan secara terlatih dan tidak melalui proses pendidikan rohani.
4). Seringnya terjadi konflik intern dalam bentuk perebutan kekuasaan dikalangan keluarga istana[12].

C.  Kerajaan Mughal
1.    Sejarah Berdirinya Kerajaan Mughal
Kerajaan Mughal berdiri seperempat abad sesudah berdirinya Kerajaan Syafawi. Karajaan Mughal di India dengan Delhi sebagai ibu kota, didirikan oleh Zahiruddin Babur, salah satu cucu dari Timur Lenk. Ayahnya bernama Umar Mirza, penguasa Ferghana. Babur mewarisi daerah Ferghana dari orang tuanya ketika ia masih berusia 11 tahun. Ia berambisi dan bertekad akan menakhlukkan Samarkand, ia berhasil menakhlukkan Samarkand dengan bantuan dari Raja Syafawi. Kala itu Ibrahim Lodi, penguasa India, dilanda krisis, sehingga stabilitas pemerintahan menjadi kacau. Alam Khan, paman dari Ibrahim Lodi, bersama-sama Daulat Khan, Gubernur Lahore, mengirim utusan ke Kabul, maminta bantuan Babur untuk menjatuhkan pemerintahan Ibrahim di Delhi. Permohonan itu langsung diterimanya. Babur berhasil menguasai Punjab dengan ibu kotanya Lahore. Pada tanggal 21 April 1526 M, terjadilah pertempuran yang dahsyat di Panipat. Ibrahim beserta ribuan tentaranya terbunuh dalam pertempuran itu. Babur memasuki kota Delhi sebagai pemenang dan menegakkan pemerintahannya di sana. Dengan demikian, berdirilah Kerajaan Mughal[13].
Setelah Kerajaan Mughal berdiri, raja-raja Hindu di seluruh India menyusun angkatan perang yang besar untuk menyerang Babur. Namun, pasukan Hindu ini dapat dikalahkan Babur. Pada tahun 1530 M Babur meninggal dunia dengan meninggalkan kejayaan-kejayaan yang cemerlang. Pemerintahan selanjutnya dipegang oleh anaknya Humayun[14].
Humayun, dalam melaksanakan pemerintahan banyak menghadapi tantangan. Sepanjang masa kekuasaannya, negara tidak pernah aman. Ia senantiasa berperang melawan musuh.
Humayun digantikan oleh anaknya, Akbar yang berusia 14 tahun. Karena ia masih muda maka urusan kerajaan diserahkan kepada Bairam Khan. Pada masa Akbar inilah Mughal mencapai masa keemasannya. Di awal masa pemerintahannya, Akbar menghadapi pemberontakan sisa-sisa keturunan Sher Khan Shah yang masih berkuasa di Punjab. Pasukan pemberontak itu berusaha memasuki kota Delhi. Bairam Khan menyambut kedatangan pasukan tersebut, sehingga terjadilah peperangan yang dahsyat, yang disebut Panipat II pada tahun 1556           M. Setelah Akbar dewasa, ia berusaha menyingkirkan Bairam Khan. Akbar mulai menyusun program ekspansi, ia berhasil menguasai wilayah yang sangat luas dan diperintah dalam suatu pemerintahan militeristik. Akbar juga menerapkan apa yang dinamakan dengan politik sulakhul (toleransi universal). Dalam bidang ekonomi, Kerajaan Mughal dapat mengembangkan program pertanian, pertambangan, dan perdagangan. Dalam bidang seni dan budaya juga berkembang. Karya seni yang menonjol adalah karya sastra gubahan penyair istana. Karya seni yang masih dapat dinikmati sekarang dan merupakan karya seni terbesar yang dicapai Kerajaan Mughal adalah karya-karya arsitektur yang indah dan mengagumkan[15].

2.    Kemunduran Kerajaan Mughal
Setelah satu setengah abad dinasti Mughal berada di puncak kejayaannya, para pelanjut Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah dibina oleh sultan-sultan sebelumnya. Kekuasaan polkitiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat pusat menjadi ajang perebutan, gerakan separatis Hindu di India tengah, Sikh di belahan utara dan Islam di bagian timur semakin lama semakin mangancam. Para pedagang Inggris untuk pertama kalinya diizinkan oleh Jehangir menanamkan modal di India, dengan didukung oleh kekuatan bersenjata semakin kuat menguasai wilayah pantai[16].
Sepeninggal Aurangzeb, tahta kerajaan dipegang oleh Muazzam, putra tertua Aurangzeb yang sebelumnya menjadi penguasa di Kabul. Pada masa pemerintahannya, ia dihadapkan pada perlawanan Sikh sebagai akibat dari tindakan ayahnya. Ia juga dihadapkan pada perlawanan penduduk Lahore karena sikapnya yang terlampau memaksakan ajaran Syi’ah kepada mereka.
Setelah Bahadur Syah meninggal, dalam jangka waktu yang cukup lama, terjadi perebutan kekuasaan di kalangan keluarga istana. Bahadur Syah diganti oleh anaknya, Azimus Syah. Setelah Azimus Syah meninggal, maka digantikan oleh putranya, Jihandar Syah yang mendapat tantangan dari Farukh Siyar, adiknya sendiri. Jihandar Syah dapat disingkirkan oleh Farukh Siyar[17].
Farukh Syah berkuasa dengan dukungan kelompok sayyid, tapi tewas di tangan para pendukungnya sendiri. Sebagai gantinya, diangkat Muhammad Syah. Namun, ia dan pendukungnya terusir oleh suku Asyfar di bawah pimpinan Nadir Syah yang sebelumnya telah berhasil melenyapkan kekuasaan Syafawi di Persia. Muhammad Syah tidak dapat bertahan dan mengaku tunduk kepada Nadir Syah. Konflik-konflik yang berkepanjangan mengakibatkan pengawasan terhadap daerah lemah. Pemerintahan daerah satu per satu melepaskan loyalitasnya dari pemerintah pusat, bahkan cenderung memperkuat posisi pemerintahannya masing-masing. Desintegrasi wilayah kekuasaan Mughal ini semakin diperburuk oleh sikap daerah.
Pada tahun 1761 M, Kerajaan Mughal diserang oleh Ahmad Khan Durrani dari Afghan. Kerajaan Mughal tidak dapat bertahan dan sejak itu Mughal berada di bawah kakuasaan Afghan. Setelah Syah Alam meninggal, tahta kerajaan dipegang oleh Akbar II. Pada masa pemerintahan Akbar memberi konsesi kepada EIC untuk mengembangkan usahanya di anak benua India sebagaimana yang diinginkan Inggris, tapi perusahaan harus menjamin kehidupan raja dan keluarga istana. Bahadur Syah, penerus Akbar, tidak menerima isi perjanjian tersebut, sehingga terjadi konflik antara dua kekuatan tersebut.
Saat EIC mengalami kerugian, untuk menutupi kerugian dan sekaligus memenuhi kebutuhan istana, EIC mengadakan pungutan yang tinggi terhadap rakyat secara ketat dan cenderung kasar. Karena rakyat merasa ditekan, maka mereka, mereka minta kepada Bahadur untuk menjadi lambang perlawanan itu dalam rangka mengembalikan kekuasaan Kerajaan Mughal di India. Dengan demikian terjadilah perlawanan rakyat India terhadap kekuatan Inggris[18].
Perlawanan mereka dapat dipatahkan dengan mudah, karena Inggris mendapat dukungan dari beberapa penguasa lokal Hindu dan Muslim. Inggris kemudian menjatuhkan hukuman yang kejam terhadap para pemberontak. Bahadur Syah diusir dari istana, dengan demikian berakhirlah sejarah kekuasaan dinasti Mughal di daerah India.
Faktor yang menyebabkan kekuasaan dinasti Mughal mundur dan membawa kepada kehancurannya[19]:
a.    Terjadi stagnasi dalam pembinaan kekuatan militer
b.    Kemerosotan moral  dan hidup mewah di kalangan elit politik
c.    Pendekatan Aurangzeb yang terlalu kasar
d.   Semua pewaris tahta kerajaan pada paruh waktu terakhir adalah orang-orang lemah





BAB III
KESIMPULAN

Penguasa pertama Kerajaan Usmani adalah Utsman. Dinasti Utsmani berkuasa kurang lebih selama tujuh abad, dengan sekitar 36 sultan selama kekuasaannya. Pasukan Janissary bentukan Orkhan yang terkenal tangguh merupakan pasukan pertama yang berhasil menaklukkan beberapa wilayah sehingga daerah kekuasaan Utsmani semakin luas. Peradaban yang dihasilkan meliputi bidang militer dan pemerintahan, budaya, serta keagamaan. Kemunduran Utsmani dimulai ketika wafatnya sultan Sulaiman al-Qouni.
Kerajaan Syafawi berasal dari sebuah gerakan tarekat Syafawiyah. Nama Syafawiyah diambil dari nama pendirinya, Syafi al-Din. Nama Syafawi itu terus dipertahankan sampai tarekat ini menjadi gerakan politik, bahkan hingga gerakan ini berhasil mendirikan kerajaan. Hasil peradaban kerajaan Syafawi meliputi bidang ilmu pengetahuan, ekonomi, arsitektur, seni, dan tarekat.  Kemunduran Syafawi berturut-turut sepeninggal Abbas I.
Kerajaan Mughal didirikan oleh Zahirudin Babur. Dan Peradaban yang diukir oleh kerajaan Mughal yakni pada bidang ekonomi, seni, dan ilmu pengetahuan. Kemunduran Kerajaan Mughal disebabkan karena terjadi strategi dalam pembinaan kekuatan, kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elit politik, pendekatan Aurangzeb yang terlampau “kasar” dalam melaksanakan ide-idenya, serta semua pewaris tahta kerajaan adalah orang yang lemah dalam kepemimpinan.






DAFTAR PUSTAKA

Supriyadi, Dedi (2008). Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Pustaka Sertia

Yatim, Badri (2010). Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

Hamka (1981). Sejarah Umat Islam Jilid III. Jakarta: Bulan Bintang

G.S Hodgson, Marshal (1981). The Venture of Islam volume III. Chicago: The University of Chicago Press






[1] Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: CV Pustaka Sertia, 2008), hlm 248
[2] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010), hlm 130
[3] Ibid, hlm 131
[4] Dedi Supriyadi, Sejarah..., hlm 251
[5] Badri Yatim, Sejarah..., hlm 137
[6] Ibid, 163
[7] Ibid, 138
[8] Hamka, Sejarah Umat Islam Jilid III, (Jakarta: Bulan Bintang Cetakan Ke-4, 1981), hlm 61
[9] Badri Yatim, Sejarah..., hlm 144
[10]  Marshal G.S Hodgson, The Venture of Islam volume III, (Chicago: The University of Chicago Press, 1981), hlm 40
[11] Hamka, Sejarah..., hlm 428
[13] Badri Yatim, Sejarah..., hlm 147
[14] Ibid, hlm 148
[15] Ibid, hlm 151
[16] Ibid, hlm 159
[17] Ibid, hlm 160
[18] Ibid, hlm 162
[19] Ibid, hlm 163

Tidak ada komentar:

Posting Komentar